Tuesday, December 6, 2011

PAK SRI SANG KRONTJONGERS & JURAGAN SATE




Klangenan sejak kecil : Keroncong & Sate

Namanya Haji Sriyono. Saya biasa memanggilnya dengan sebutan singkat Pak Sri. Pak Sri adalah pimpinan Orkes Keroncong Irama Kencana Baros Cimahi yang juga juragan “Warung Sate Klaten Bu Sri”. Warungnya telah bernomor 4 (empat), setelah ia dirikan yang pertama, kedua dan ketiga. Untuk tidak menyulitkan bagi siapapun yang akan ‘nyambangi’ warung-nya, gampang. Keluar pintu tol Baros Cimahi, kiri arah Cimahi dekat dengan pertigaan, kiri jalan terpampang jelas spanduknya, “Sate Klaten Bu Sri”. Warung yang lain, diantaranya berlokasi di Margaasih, agak jauh arah selatan Kota Cimahi.


Adakah sangkut pautnya keroncong dan sate? Bagi Pak Sri, ternyata sangat dan banget. Begini ceritanya. Kala itu Sriyono kecil yang lahir dan dibesarkan di Klaten Jawa Tengah, mengaku sebagai anak kecil yang kurang bisa menikmati “manja”nya sang anak anak. Orang tuanya hanya sekadar tani desa, dengan lahan sawah yang tak seberapa luas.

Sebagai anak desa dari seorang petani yang hidupnya pas-pasan, Sriyono kecil hanya mengidamkan dua hal. Pertama bisa makan sate sepuasnya setiap saat setiap waktu, dan mendengarkan music keroncong setiap saat setiap waktu juga. Namun kedua hal klangenannya itu, tak pernah keturutan hingga ia menginjak remaja. Tentang sate, ia mengisahkan, setiap kali pulang sekolah, ia senantiasa melewati warung sate.

Ia menyengaja lewat depan warung kalau pas pemilik warung tengah membakar sate. Sambil menawan rasa inginnya pada kelezatan dan nikmat empuknya daging sate, ia hanya bisa membayangkan dari asap yang mengepul saat sate dibakar. Ia sadar betul, orang tuanya yang pas-pasan tak mungkin membelikan sate setiap saat, mengingat ekonomi keluarga saat itu sedang susah susahnya.

Mengenai keroncong, hampir sama. Di desanya tak banyak orang yang memiliki piringan hitam atau radio. Jadi setiap kali pulang sekolah atau sedang bermain, melewati rumah orang kaya yang membunyikan music dari piringan hitam atau terdengar dari siaran radio, ia berhenti dan mencuri dengar. Demikian setiap harinya. Satu catatan khusus, apalagi kalau yang terdengar lagu keroncong dan langgam jawa. Ia bisa berjam jam ‘nunut’ dengar indahnya keroncong yang mengalun.

Demikian sekelumit masa lalu Sriyono di Klaten saat kanak-kanak. Klangenan itulah yang kelak tak kan pernah dihapus dari benaknya. Makan sate lezat sepuasnya setiap saat setiap waktu dan menikmati keroncong setiap saat setiap waktu juga.Sudahkah bisa dilakukan ketika ia menginjak dewasa? Belum juga. Ketika ia harus hijrah ke Bandung, nasib dan perjalanan hidupnyalah yang mengubah semuanya. Ia bekerja sebagai PNS, yang membuatnya harus sering keliling ke berbagai tempat dan kota untuk audit dan pemeriksaan keuangan. Kesempatan itu tidak ia sia-siakan. Maksudnya, ketika ekonomi rumah tangganya mulai tertata, ia membiarkan selera kulinernya sepuas puasnya, tentu dengan “nyate”. Benar, setiap kali datang ke kota kota di pulau Jawa ini, setiap makan ia memilih datang ke warung warung sate untuk merasakan beragamnya aneka sate Indonesia.Karena kebutuhan makin meningkat, ia memutar otaknya untuk tetap bisa merasakan sate setiap saat setiap waktu. Saat itu tahun 80-90an, ia belum memiliki rumah sendiri. Kontrakan rumah, oleh si empunya didua kalilipatkan ongkos sewanya. Ia menyanggupi. Tempat dipinggir jalan raya yang menghubungkan Bandung Cimahi itu ia sulap sebagai rumah tinggal, dan sisa beberapa jengkal-nya ia gunakan untuk berdagang. Pilihannya sudah mantap, WARUNG SATE. Jadilah Warung Sate Klaten Bu Sri (Jilid 1) di jalan Cibeureum. Warung ini cepat ramai dan terkenal.


Dari kerja kerasnya sebagai PNS dan membuka usaha warung sate, Pak Sri bisa membeli tempat yang lebih strategis di daerah Cimahi. Maka ia pindahkan warungnya, dan malah bertambah menjadi Warung 1, 2, 3 dan 4 yang terakhir di daerah Margaasih, selatan Kota Cimahi.

Kini dimasa setelah pensiun, ia telah benar mewujudkan mimpi kecilnya menjadi kenyataan. Ia tak lagi menahan rasa lezatnya sate, malah jadi juragan sate. Ia pun tak perlu lagi mencuri dengar lagu keroncong dari piringan hitam yang diputar tetangga atau dengar dari radio milik orang lain. Kini ia malah memimpin sebuah grup keroncong. Namanya Irama Kencana.

No comments: