Sunday, March 7, 2010

BEBEK GORENG & PECEL LELE TUBAN



PECEL LELE & BEBEK GORENG WARUNG RONGGOLAWE
Sensasi kelezatan masakan ala TUBAN

Kemanapun anda melangkah, saat wisata kuliner kaki lima atau warung trotoar, tentu tak asing lagi dengan banyaknya spanduk bertuliskan Pecel Lele Lamongan, Warung Lamongan, Bebek Khas Lamongan, atau pula Warung Lamongan Indah. Rasanya semua pecel lele, bebek goreng, burung dara sudah melekat dengan nama Lamongan. Benar adanya, karena ada sebuah daerah bernama Kecamatan Pucuk, di Lamongan Jawa Timur yang warganya merantau diberbagai tempat di pelosok negeri ini yang memang berjualan pecel lele dan bebek goreng. Halnya banyak penjual nasi goreng keliling yang mayoritas warga Bojong Kabupaten Tegal. Masih ada lagi, penjual martabak Lebaksiu Tegal yang juga terkenal di berbagai tempat. Atau kalau di Bandung dan Jakarta, sebagian besar penjual mie instans, bubur kacang ijo, adalah mereka perantau asal Kabupaten Kuningan.



Bagaimana kalau saya tawarkan yang lain? Bebek Goreng dan Pecel Lele Jawa Timur, tapi bukan dari Lamongan. Saya jamin anda tertarik untuk menjajalnya. Kali ini datanglah ke jalan Sukajadi Atas di kawasan Bandung Utara. Gampang ditemukan tempatnya. Pasti telah tahu PVJ di jalan Sukajadi kan? Terus saja menuju utara, sekitar satu kilometer arah jalan Setia Budi. Setelah melewati kawasan tanjakan sukajadi atas, tengoklah ke kiri. Persis disamping kanan Hartz Buffet jalan Sukajadi 225. Sebuah spanduk lebar terbentang di trotoar “PECEL LELE RONGGOLAWE TUBAN”.


Ini memang warung trotoar kaki lima, yang bukan dari Lamongan, namun pemilik warungnya memang asal Tuban, bumi Ronggolawe. Layaknya warung Lamongan, hanya tentu berbeda bumbu dan rasanya. Pemilik warung ini adalah Sudiyo, pria asal Rengel Tuban. Sebelum ia membuka warung sendiri, dulunya ia bekerja di restaurant Handayani (kini sudah tutup) di dekat bundaran air mancur jalan Sukajadi. Setelah bekerja di rumah makan itu sekitar 10 tahun-an, Dio panggilan akrab Sudiyo memberanikan diri untuk membuka warung pinggir jalan. Diputuskanlah pada tahun 1996 untuk menyajikan menu khas Tuban, yaitu Bebek Goreng dan Pecel Lele.


Kini warung yang ia rintis sejak 14 tahun lalu makin rame pengunjungnya. Resepnya sederhana, hanya memang dibutuhkan sebuah rumus yang (mungkin) tidak dikerjakan oleh penjual lainya. Ia memilih bebek jantan muda (bukan bebek petelur), lele yang muda, serta bahan sambel yang berkualitas. Diantaranya cabe/lombok kecil khas Jawa Timur, tomat sayur ranum, serta yang berbeda adalah Terasi khas Tuban. Dalam sehari warung Ronggolawe ini menghabiskan 5 – 10 kilo Lele, dan 10 ekor bebek. Semuanya diolah dengan ketelatenan dan rumus yang beda tadi. Sebagai gambaran, bebek sebelum digoreng yang siap disajikan, harus direbus dulu selama 2 – 3 jam, dengan 2 kali proses perebusan dengan bumbu. Belum lagi, setiap hari ia menggunakan pula minyak goreng yang selalu baru, menjadi jaminan empuk, gurih dan tidak hitamnya bebek goreng.



Usaha Dio tidak lah sia sia. Ia berhasil memuaskan selera kuliner pelanggannya yang makin hari makin bertambah banyak. Menurutnya, pelanggan sering balik lagi dan ketagihan karena sambelnya yang manis saat diawal pedas saat dinikmati dan tidak panas dimulut usai menyantap hidangannya. Ia pun kini merencanakan untuk membuka warung lainnya, hanya bukan bebek goreng dan pecel lele. Rencananya pertengahan tahun ini, ia akan membuka DAPUR LAUT, warung sea food ala Tuban di kawasan Tamansari Bandung.


Kuliner warung pinggir jalan/warung trotoar di Bandung? Jangan lupa singgah di Warung Pecel Lele Ronggolawe Tuban di jalan sukajadi Atas. Dijamin anda akan merasakan nikmatnya sensasi bebek goreng dan pecel lele ala Tuban, bukan Lamongan. Berani ???


Thursday, March 4, 2010

LONTONG KIKIL CAK GONO PARE


LONTONG KIKIL CAK GONO PARE
Kenikmatan berkuah setiap mangkuknya


Adakah diantara anda yang pernah datang dan singgah di Pare Kabupaten Kediri? Bahkan wisata kuliner di Kota yang sudah terkenal sejak jaman Majapahit dengan sebutan MojoKutho ini? Bagi warga Pare, tentu sudah tidak asing lagi dengan sajian Lontong Kikil. Di Pare, lebih dari 10 gerai/warung lontong kikil, yang tersebar di berabagai sudut kota kecil ini. Jualannya pun ada yang sejak pagi, pula ada yang buka sore hingga malam.


Kalau ditanya, sejak kapan saya menggemari Lontong Kikil ala Pare ini? Jawabnya tentu sejak saya sekolah di SMP Negeri 1 Pare (kini SMP 2 Pare) pada tahun 80an. Lalu, apa yang membuat saya menggemarinya? Jawabanya agak singkat, Enak, Khas, Lezat, Berbeda dan Murah + Halal.

Dulunya, didepan sekolah saya itu (diseberangnya), ada Lontong Kikil yang mangkal, biasanya buka saat istirahat sekolah (sekitar jam 09.00 – 10.00WIB) tutupnya saat kami pulang sekolah sekitar jam setengah satu siang.


Awalnya setiap istirahat, saya jajan bakso atau makanan kecil lainnya. Lalu seorang kawan sekelas di SMP mentraktir lontong kikil itu. Pertama makan, saya langsung terkesima dengan kelezatannya. Potongan lontong yang kecil kecil, lalu disiram dengan kuahnya yang berwarna kuning kecoklatan, serta beberapa potongan kikil sapi. Di beri kecap manis sedikit, ditaburi bawang merah goreng, dilengkapi dengan sambal untuk pemedas, siap sudah untuk disantap.



Duduk di pangku panjang, semangkok lontong kikil terasa sensasi pedasnya, gurih dan manis. Hanya harus hati hati makannya, jika tumpah kuah di baju seragam sekolah, susah untuk kembali dibersihkan akibat kuning kecoklatan kental kuahnya.


Itu hanya sekelumit kenangan saya hingga kelas 2 SMP di Pare. Yang teringat kala itu adalah, setidaknya seminggu sekali saya jajan Lontong Kikil depan sekolah. Setelahnya karena saya pindah ke Kediri, maka sangat jarang, paling paling kalau pas diajak ke Pare, saya sekalu nagih untuk makan lontong kikil itu.


Tahun 90an ketika saya sudah mulai tinggal di Bandung apalagi. Suatu saat ketika pulang, saya datangi ke tempat yang sama, sayangnya si penjual lontong kikil itu sudah tidak ada lagi. Bahkan para pedagang yang berada disekitarnya tidak ada yang mengetahui dimana sang lontong kikil kesukaan ini didagangkan. Maka sejak saat itu pulalah saya berkeliling kota Pare untuk mencari dan mencari Lontong Kikil. Setelah beberapa gerai makanan yang sama saya kunjungi, akhirnya dapat penggantinya, di Jalan Kandangan – Pare, tak jauh dari pusat kota.




Namanya Lontong Kikil Cak Gono. Si pemilik adalah Cak Gono, pria asal Jombang yang sejak tahun 89an sudah menjadi penjual Lontong Kikil di kota utara Pare itu. Sebelumnya Cak Gono adalah penjual bakso keliling. Suatu saat ia berkunjung ke saudaranya di Pare pada tahun 90an, ia melihat peluang untuk membuka warung lontong kikil. Maka sejak saat itu ia memutuskan hijrah ke Pare dan menggelar dagangannya di pinggir jalan (trotoar) di jalan Kandangan. Karena pemilik tanah dilokasi tersebut mendirikan kios/loos, maka sejak beberapa tahun lalu, Cak Gono menyewa kios itu hingga kini.


Ditemani istrinya, Cak Gono mulai membuka warung sejak jam sembilan pagi. Dan tutup saat jelang mahgrib atau kalau dagangan sudah di habis terjual. Dalam seharinya ia bisa menghabiskan sekitar empat pasang kaki sapi sebagai bahan utamanya. Bahkan jika waktu kalender libur misalnya saat lebaran, hingga 6 pasang kaki sapi, sebagai bahan kikilnya artinya setara dengan sekitar 150 mangkuk. Jika semangkuk lontong/nasi kikil + segelas es the manis seharga kira kira sepuluh ribu rupiah, berarti sekitar satu setengah jutaan ia peroleh. Karena larisnya itu pula, Cak Gono sekarang mengaku kehidupan ekonomi keluarganya cukup dan terpenuhi dengan baik. Ketiga anaknyapun sekolah di lembaga pendidikan terpandang.



Cak Gono juga menyebut, sebagian besar pelanggannya tidak hanya dari Pare saja, tapi juga berasal dari luar kota, seperti Jombang, Surabaya bahkan Jakarta sekalipun ada. Menurutnya, para pelanggan itu kembali lagi ke warungnya karena rasa lontong kikil yang ia buat sesuai dengan selera dan diakui kelezatannya. Gono menyebutkan, ia tidak asal asal-an dalam meracik bumbu dan bahan bahanya. Ia menyiapkan sendiri seluruh keperluan dagangannya. Ditambahkan pria berusia 55 tahunan itu, jangan pernah segan segan untuk melayani pelanggan sebaik mungkin.



Karena kelezatannya, percaya atau tidak, pada kunjungan saya terakhir beberapa waktu lalu, saya mampu menghabiskan dua mangkok lontong kikil, plus dua gelas legen yang dijual didepan warung Cak Gono.


Jadi, jika anda ke Pare, jangan lupa singgah ke Warung Lontong Kikil Cak Gono. Dijamin 100 % rasa INDONESIA ASLI!!!